Mati Sebelum Mati

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Fath Ar-Rabbani wal-Faidh Ar-Rahmani. Beliau mengatakan, “Wahai hamba Allah, sadarilah bahwa engkau hanya sebatas diberi harapan. Maka, jauhilah segala sesuatu selain Allah Azza wa Jalla dengan kalbumu sehingga engkau dapat dekat kepadaNya. Matilah engkau sebelum mati. Matilah engkau dari dirimu dan makhluk. Sungguh telah diangkat berbagai hijab dari dirimu dan Allah Azza wa Jalla.”
Seseorang bertanya, “Bagaimana saya harus mati?” Lalu beliau menjawab:

“Matilah dari mengikuti kemauan, hawa nafsu, tabiat dan kebiasaan burukmu, serta matilah dari mengikuti makhluk dan dari berbagai sebab. Tinggalkanlah persekutuan dengan mereka dan berharaplah hanya kepada Allah, tidak selainNya. Hendaklah engkau menjadikan seluruh amalmu hanya karena Allah Azza wa Jalla dan tidak mengharap nikmatNya.
Hendaklah engkau bersikap ridha atas pengaturan, qadha dan tindakanNya. Jika engkau melakukan hal yang demikian, maka hidup dan matimu akan bersamaNya. Kalbumu akan menjadi tentram. Dialah yang membolak-balikkannya sesuai dengan kehendakNya. Kalbumu akan selalu menjadi dekat kepadaNya, selalu terhubung dan bergantung kepadaNya. Engkau akan selalu mengingatNya dan melupakan segala perkara selain DiriNya.
Kunci surga adalah ucapan La ilâha illa Allâh, Muhammadur-Rasûlullâh. Sedangkan esok, kunci surga adalah kefanaan dari dirimu, orang lain, dan segala sesuatu selain Allah, dan dengan selalu menjaga batas-batas syariat.
Kedekatan kepada Allah adalah surga bagi manusia, sedangkan jauh dari Allah adalah neraka untuk mereka. Alangkah indah keadaan seorang mukmin, baik di dunia ataupun di akhirat. Di dunia dia tidak berkeluh-kesah atas keadaaan yang dia alami, setelah dia memahami bahwa Allah meridhainya, dimana pun dia berada cukuplah bagiannya dan ridha dengan bagian itu. Kemanapun dia menghadapkan wajahnya, dia memandang dengan cahaya Allah. Setiap isyaratnya adalah kepadaNya. Setiap kebergantungan adalah kepadaNya. Setiap tawakalnya adalah hanya kepadaNya.
Berhati-hatilah, jika ada seorang di antara engkau merasa bergembira berlebihan karena telah melakukan ketaatan, karena boleh jadi ada rasa takjub ketika dilihat orang lain atau berharap pujiannya.
Barangsiapa di antaramu ingin menyembah Allah, hendaklah memisahkan diri dari makhluk. Sebab, perhatian makhluk pada amal-amal mereka dapat merusaknya. Nabi SAW bersabda, “Engkau mesti ber-uzlah, sebab uzlah adalah ibadah dan bentuk kesungguhan orang-orang shaleh sebelum kalian.”
Engkau mesti beriman, lalu yaqin dan fana dalam wujud Allah, bukan dalam dirimu atau orang lain. Dan, tetaplah menjaga batas-batas syariat dan meridhai Rasulullah SAW. Tidak ada karamah bagi orang yang mengatakan sesuatu selain hal ini. Karena, inilah yang terjadi dalam berbagai shuhuf dan lawh kalam Allah Azza wa Jalla.
Engkau harus selalu bersama Allah; memutuskan diri untuk selalu denganNya dan bergantung kepadaNya. Hal demikian akan mencukupkan dirimu dengan pertolongan (ma’unah) di dunia dan akhirat. Dia akan menjagamu dalam kematian dan kehidupan, menjagamu dalam setiap keadaan. Engkau harus memisahkan yang hitam dari yang putih!”

Nasehat Bermurah Hati

Jangan berpaling dari orang yang membutuhkan uluran tanganmu ketika kamu mampu memberinya sesuatu, baik itu sedikit ataupun banyak. Orang yang mendatangimu dalam keadaan butuh adalah karunia-Nya untukmu, maka penuhilah kebutuhannya jika kamu dalam keadaan mampu, atau sebagian dari kebutuhannya.

Tidakkah kalian ingin menyimpan rezeki Allah itu di Bank yang paling aman (akhirat) dan tidak pernah merugikan? Ingatlah, tabungan akhiratmu adalah apa yang kau infaqkan, bukan apa yang kau belanjakan untuk memenuhi keinginanmu.

Syeikh Abdul Qodir Jailaniy ra berkata kepada para muridnya:

“Di hadapan ku (dalam majlisku), kalian mendengarkan tentang kemurahan dan kasih sayang Allah, dan kalian meneteskan air mata, tapi ketika orang miskin datang, hati kalian sulit memberi. Sungguh celakalah kalian! Hal ini menunjukkan bahwa air mata dan perhatian kalian tidak tulus karena-Nya. Ketahuilah bahwa Nabi Muhammad ﷺ  tidak hanya memberikan hartanya  pada orang miskin, tapi Nabi Muhammad ﷺ juga duduk dan berkumpul bersama mereka, makan bersama mereka dan berbagi rezeki Allah bersama mereka.”

Karomah: Syekh Abdul Qodir Al Jaelani

Dikisahkan oleh Ustadzah Samirah Alhabsyi.

Suatu ketika seseorang melewati kuburan, mendengar suara rintihan, ternyata suara berasal dari dalam kubur seorang temannya.

Kemudian si Fulan, mendatangi Syekh Abdul Qodir Al Jaelani, agar mendoakan temannya tersebut. Lalu terjadi percakapan antara si Fulan dengan Syekh Abdul Qodir Al Jaelani.

Syekh: Apakah dia pernah hadir di majelisku?

Si fulan: Tidak pernah, Syekh.

Syekh: Apakah dia pernah melihat orang yang pernah hadir di majelisku?

Si fulan: Tidak pernah, Syekh.

Syekh: Apakah dia pernah melihat orang yang melihat orang yang hadir di majelisku? (Jadi orang ketiga maksudnya).

Si fulan: Tidak pernah, Syekh. Karena teman-temannya dia pun bukan teman-teman yang biasa ke majelis.

Syekh: Terus, hal apa yg bisa menyambungkanku dengan dia?

Si fulan: Syekh, pada waktu Syekh dan murid-murid Syekh hendak pergi dengan berkuda, dia pernah melihat debu-debu beterbangan karena hentakan kuda-kuda tersebut.

Syekh: Cukup itu saja yg menghubungkan aku dengan dia.

Maka didoakannya kuburan tersebut oleh Syekh Abdul Qodir Al Jaelani, dan berhenti pulalah tangisan dalam kuburan tersebut.

Baru melihat debunya saja sudah begitu. Apalgi hadir dan menjadi muridnya?

Semoga kita mendapatkan rejeki menjadi murid orang-orang sholeh yang disayang Allah. Dan yg terpenting, diakui oleh orang-orang sholeh tersebut agar mendapatkan syafaat.